Berbekal pengetahuan di atas, mungkin anda bersemangat untuk mulai menganalisa saham berdasarkan PER. Sebelum mulai, anda perlu tahu bahwa PER yang anda lihat di penyedia-data (surat-kabar, situs online, dll) yang satu belum tentu sama dengan PER di penyedia-data yang lain.
Kok bisa tidak sama? Bukankah data saham seharusnya sama?
Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, anda perlu tahu dulu bahwa Price-to-Earnings Ratio itu terbagi atas 2 macam: Trailing PER dan Forward PER.
Apa bedanya?
Mari kita bahas bersama.
Price-to-Earnings Ratio (PER)
Anda masih ingat rumus menghitung PER?
Price-to-Earnings Ratio (PER) = Harga Saham/Laba Per Saham
Pada rumus di atas, data Harga Saham yang umum dipakai adalah harga saham terkini.
(Kalau anda ingin tahu PER saham pada tanggal tertentu, data Harga Saham yang dipakai adalah harga saham pada tanggal tersebut.)
Bagaimana dengan data Laba Per Saham? Nah, data Laba Per Saham inilah yang membedakan Trailing PER dan Forward PER.
Trailing PE Ratio
Laba Per Saham yang dipakai untuk menghitung Trailing PER adalah data laba per saham terakhir yang dipublikasikan perusahaan. Dengan kata lain, data Laba Per Saham yang dipakai adalah fakta, hal yang SUDAH terealisasi, yang sudah terjadi di masa lalu, yang sudah (bisa) diketahui oleh khalayak ramai.
Bagaimana dengan Forward PER?
Forward PE Ratio
Laba Per Saham yang dipakai untuk menghitung Forward PER adalah data laba per saham di masa yang akan datang.
Lho? mata anda membelalak. Masa datang kan belum terjadi, kok bisa ada data laba?
Pertanyaan yang cerdas.
Anda benar bahwa masa datang belum terjadi; karena itu data laba per saham di masa depan ini tidak mungkin berdasarkan fakta. Artinya? Data laba di masa datang yang dipakai untuk menghitung Forwar PER ini adalah PREDIKSI analis fundamental saham.
Prediksi. Alias forecast. Alias perkiraan. Alias ramalan. Alias tebakan.
Mengapa para analis saham berusaha memprediksi laba di masa yang akan datang?
Tentang hal ini, anda perlu ingat bahwa pemain saham selalu melihat ke masa yang akan datang. Data yang sudah dipublikasikan adalah berita basi karena hal yang sudah terjadi dan diketahui pasar—biasanya—tidak menggerakkan harga saham. Yang biasanya menggerakkan harga saham adalah prospek di masa yang akan datang.
Lho?
Akan lebih jelas kalau anda membaca contoh berikut:
Misalkan di awal tahun 2014 Kalbe Farma mempublikasikan data laba Rp 200 per saham di laporan keuangan tahun 2013. Setelah data ini diketahui umum, para pemain saham ingin tahu apakah laba perusahaan tahun 2014 (dan di masa-masa yang akan datang) akan meningkat atau menurun.
Kalau laba akan meningkat, berarti harga saham pada saat ini relatif murah dibanding prospek masa datang. Artinya: saham patut dibeli. Kalau laba akan menurun, berarti harga saham saat ini relatif mahal dibanding prospek masa datang. Artinya: saham patut dijual.
Pertanyaannya: Bagaimana cara mendapatkan angka laba di masa datang? Satu-satunya cara adalah dengan memprediksi, dengan menebak.
Nah, kalau anda bisa memprediksi secara terpelajar dengan tepat laba perusahaan di masa datang, anda bisa membeli/menjual saham di harga sekarang untuk prospek di masa datang.
Tidak heran kalau para analis fundamental saham berlomba-lomba menebak laba perusahaan di masa datang.
Tentu saja tidak asal-asalan menebak; menebaknya harus secara terpelajar ("educated guess") dengan menggunakan data yang tersedia. Tapi yang namanya nebak—walaupun secara terpelajar sekalipun—berarti bisa (sering) salah. (Silahkan baca juga pos "Valuasi Indeks Saham Indonesia Terlalu Tinggi?")
Sekarang anda sudah tahu perbedaan Trailing PER dan Forward PER. Sudahkah saatnya anda mulai menganalisa saham berdasarkan PER?
Belum.
Masih ada hal lain yang perlu anda ketahui tentang PER. Mau tahu? Silahkan lanjut baca ke pos "Price-to-Earnings Ratio: Trailing & Forward (Bagian 2)."
No comments:
Post a Comment